Sabtu, 26 Juli 2025

Sajadah Hijau.

Ingin kuingat peristiwa ini baik-baik. Sebagai pengingat, agar esok saat lelah kembali menyapa, aku tidak lagi buru-buru merasa berat… tapi justru mengucap,
"Alhamdulillah ya Allah, Engkau masih beri aku kesempatan untuk merasa lelah dalam kebaikan."

Malam tadi, sekitar pukul dua dini hari, aku baru tiba di rumah. Kulepas penat dengan wudhu dan sholat sejenak. Usai sholat, aku memilih beristirahat, hanya hingga suara azan subuh memanggil kembali. Di sela kantuk yang belum selesai, kubuka aplikasi pekerjaanku. Deretan tugas bertanda merah menyambut. Ada keinginan kuat untuk menundanya. Tapi sisi lain teringat… titipan umat. Maka, meski mata terasa berat, kugerakkan jari dan menuntaskannya satu per satu.

Pagi itu aku harus bersiap. Sidang komprehensif prodi di kampus menantiku. Bergegas kukenakan pakaian, melangkah dengan hati yang digerakkan doa. Setibanya di kampus, sidang dimulai. Kudengar kabar dari teman-teman, pertanyaannya sulit, katanya, banyak yang tak sesuai ekspektasi. Tapi, ketika giliranku tiba, yang kurasa segala jawaban mengalir saja. Allah memudahkan, Alhamdulillah. 

Usai sidang, kami sempat berfoto bersama. Rasanya lega. Aku berniat melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda pagi tadi. Namun, pesan masuk. seluruh keluarga telah berkumpul di rumah sakit. Keluarga dari Magelang, Wates, Banjaran, hingga Soreang. Aku sempat ragu. Badanku pegal-pegal, kantuk belum pergi, amanah juga masih ada. Tapi lalu aku berpikir… jika mereka bisa datang dari jauh, masa aku tidak hadir hanya karena capek?

Maka kutinggalkan kampus dan meluncur ke rumah sakit. Baru saja sampai, mamah sudah meminta bantuan ini dan itu. Sebenarnya bukan perkara besar. Tapi dalam kondisi tubuh yang kurang prima, rasanya jadi badmood saja. Membantu dengan diam, lalu selesainya, berjalan ke mushola.Kutunaikan sholat dzuhur di sudut ruangan, tanpa sajadah. Tapi tiba-tiba, seorang teteh yang tak kukenal membentangkan sajadah di depanku, lalu pergi begitu saja.

Setelah salam, mataku menyapu ruang kecil itu. Lima orang tengah khusyuk dalam doa. Empat di antaranya menangis lirih. Air mata mereka jatuh begitu saja, tanpa suara. Jika kata orang dinding rumah sakit adalah tempat doa-doa paling tulus melangit, mungkin itu benar. Dan di sana, aku justru malu. Malu karena terlalu cepat mengeluh. Padahal, yang lain sedang diuji jauh lebih berat dariku. Aku hanya lelah setelah menyelesaikan amanah, setelah sidang, setelah begadang. Tapi mereka? Di sana, di sudut mushola itu, ada yang sedang menggantungkan harap terakhir pada doa-doa, ada yang mungkin sedang meminta kepada Allah agar nyawa orang yang dicintainya masih bisa diselamatkan. Ada yang menangis tanpa suara, sementara tangisnya justru menggema paling dalam.

Malu karena tadi sempat badmood saat diminta tolong ini dan itu oleh mamah, sementara yang lain mungkin bahkan berharap masih bisa melihat wajah ibunya dalam keadaan sadar.

Aku terdiam cukup lama selepas sholat. Sajadah yang entah dari siapa itu terasa seperti Allah sedang mengingatkanku, 
"Engkau tidak sendiri. Di sini, di tempat ini, semua sedang membawa beban masing-masing. Tapi lihat, bahkan di tengah lelah dan sedih, masih ada yang memilih untuk memberi kebaikan sekecil apapun. seperti teteh yang menggelarkan sajadah itu untukmu."

Betapa aku sering lupa bahwa menjadi lelah dalam menjalankan amanah adalah bagian dari karunia. Lelah yang datang karena berusaha menunaikan titipan umat, tanggung jawab akademik, dan panggilan keluarga, semua itu adalah ladang pahala jika diterima dengan ikhlas.

Aku belajar bahwa tidak semua kelelahan harus direspon dengan keluhan. Ada lelah yang harus disyukuri karena artinya aku masih diberi kekuatan untuk berbuat. Masih bisa membantu orang tua. Masih bisa hadir untuk keluarga. Masih bisa menjawab soal sidang. Masih bisa sholat, bahkan ketika tubuh rasanya ingin rebah saja.

Di rumah sakit, tempat berkumpulnya doa-doa yang sunyi namun tulus, aku diajarkan kembali untuk merendah. Bahwa capekku mungkin hanya seujung kuku dibandingkan dengan tangis-tangis khusyuk yang melangit siang ini.

Aku belajar, bahwa hidup bukan tentang siapa yang paling banyak mengeluh, tapi siapa yang paling kuat untuk tetap bersyukur.

Dan mungkin, hikmah kali ini, tersampaikan melalui sajadah hijau yang digelar oleh orang asing di mushola rumah sakit.

Anggi Restian Zahra
Bandung, 26 Juli 2025
13:07 selepas sholat dzuhur, kutulis ini di lantai mushola RS Bhayangkara Sartika Asih.

9 komentar:

  1. dan akhirnya aku pun membeli cilok depan rumah sakit, lalu menuntaskan amanah kerja di rumah sakit, whehe

    BalasHapus
  2. Maa syaa Allah🪻🪻🪻

    BalasHapus
  3. Semoga lelahmu penatmu Allah ganti dengan kebaikan yang selalu menghampirimu 🌻

    BalasHapus
    Balasan
    1. aamiin, semoga doanya kembali pada yg mendoakan

      Hapus
  4. I know you're an incredible woman, beautiful, intelligent, and your words are deeply moving. I know how deeply he's in awe of you, but I still wish he could erase every memory he has of you☺️

    BalasHapus
    Balasan
    1. 'he' siapa yak, calm your heart, saya tidak dekat dengan siapa2, mbak😊🙏🏻 semoga harimu cerah selalu⛅

      Hapus
  5. Tidak cukup berani membalas story Instagram, Semoga di lancarkan sidang akhirnya😊🙏🏻 Jika ingin kirim hadiah apakah boleh???

    BalasHapus

tidak apa-apa, bahkan jika memang sudah waktunya, wafat karena sakit perut itu syahid dan akan diselamatkan dari siksa kubur kata Rasulullah...