Senin, 19 Mei 2025

Teruntuk..

Teruntuk.. 

Tapi sebelum menasihati orang lain, nasihatilah diri sendiri. 

Untukmu, Anggi, kelak...

Kelak... jadilah ibu yang tidak membebankan ekspektasi pada anak-anakmu, pada menantumu, atau pada siapa pun yang Allah titipkan untuk kamu cintai.
Jangan menuntut mereka menjadi seperti apa yang ada di kepalamu, tapi doakanlah mereka agar tumbuh sesuai takdir terbaik yang Allah tuliskan.

Jangan membandingkan.
Jangan menanamkan rasa kurang hanya karena mereka berbeda dari yang kamu harapkan.
Sebab kamu tahu betul, bukan? Luka yang datang dari ekspektasi tak terlihat oleh mata, tapi menetap lama dalam dada.
Kamu pernah merasakannya, maka jangan ulangi siklusnya.

Teruntuk Anggi, kelak...
Jadilah ibu seperti mamahmu.. 
Yang diam-diam menyeka letih anak-anaknya dengan sabar. Yang tidak memaksakan jalan, tapi selalu jadi pelita ketika gelap mulai datang.
Yang dalam diamnya, doanya menggema sampai ke langit ketujuh. Yang tak banyak menuntut, tapi di sela tegurannya, anak-anak tahu mereka dicintai, sepenuhnya.

Kelak, ketika kau mulai lupa karena dunia terasa padat, semoga tulisan ini menjadi pengingat:
Bahwa tugas seorang ibu bukan membentuk anak menjadi replika harapan,
tapi menjaga fitrah yang Allah tanam sejak mereka lahir, agar tumbuh dengan arah, bukan tekanan.

Dan saat mereka bertanya,
“Ibu ingin aku jadi apa?”,
jawab dengan lembut:
“Jadilah dirimu yang paling jujur dan paling dekat dengan Allah. Itu sudah cukup.”


Teruntuk... 
Adik... Adik siapapun.. hehe.. 

Adek, semoga kamu bisa tumbuh tanpa harus memikul beban dari bayang-bayang ekspektasi orang lain.

Dari kecil mungkin kamu akan sering mendengar kata-kata seperti
“seharusnya begini”,
“lebih baik begitu”,
atau
“kalau jadi kamu, aku akan…”
seolah hidupmu adalah layar kosong yang boleh mereka lukis sesuka hati.
Padahal, hidupmu bukan panggung untuk membuktikan apa pun pada siapa pun, selain kepada Allah yang paling mengenal isi hatimu.

Adek, kamu boleh mendengar, tapi tidak harus selalu mengikuti.
Kamu boleh menghormati, tanpa harus kehilangan kendali atas dirimu sendiri.
Sebab akan ada masa di mana dunia mencoba menjadikanmu sesuatu yang bukan dirimu, atas nama cinta, kebanggaan, atau tradisi.
Tapi semoga kamu ingat, bahwa hidupmu bukan untuk menyenangkan semua orang, melainkan untuk berjalan lurus di jalan yang Allah ridhai, meski terkadang sunyi, meski tidak selalu disorot.

Tumbuhlah dengan keberanian untuk bertanya:
“Apa aku benar-benar menginginkan ini? Apakah ini memberi manfaat? Atau aku hanya takut mengecewakan?”
Karena sering kali, kita tidak sadar sedang membangun hidup untuk memenuhi rasa puas orang lain, bukan untuk menenangkan hati di hadapan-Nya.

Adek, kamu tidak harus jadi yang paling hebat, paling pintar, atau paling menonjol.
Cukup jadi seseorang yang tenang, karena tahu bahwa hidup yang kamu jalani adalah hidup yang kamu pilih, dengan niat baik dan ridha dari Allah.

Dan jika suatu saat kamu merasa tersesat, semoga kamu menemukan jalan pulang, bukan ke tempat orang lain mengarahkanmu, tapi ke dalam dirimu sendiri, tempat di mana Allah menanamkan fitrah, kejujuran, dan ketenangan.

Karena pada akhirnya, bukan tentang seberapa banyak kamu membuat orang bangga,
tapi seberapa dekat kamu berjalan menuju-Nya, dengan hati yang lapang dan jiwa yang utuh.

~Anggi Restian Zahra
Bandung, 19 Mei 2025.

2 komentar:

aku tidak menulis blog hari ini, but let me share a heartwarming du’a & reminder i came across today... semoga ada hikmah yang bisa diam...