Jumat, 23 Mei 2025

Pada Titik Memaafkan dan Belajar Mendoakan Kebaikan.


Ada satu titik dalam perjalanan, yang akhirnya membuat kita paham, bahwa memaafkan bukan tentang melupakan luka, melainkan keikhlasan untuk tidak terus-menerus membawa perihnya luka tersebut untuk hari esok dan seterusnya. Di saat itu, kita pun mulai belajar mendoakan kebaikan bagi mereka yang pernah melukai, bukan karena mereka selalu benar, tapi karena hati yang lapang tahu bahwa setiap jiwa sedang berproses menuju utuhnya masing-masing.

Di sisi lain, dalam perenungan yang hening, jiwa ikut tersentak, betapa mungkin, dalam langkah yang tak selalu lurus, ada hati yang pernah retak karena kita. Ada luka yang tak sempat kita tahu, namun tetap menganga dalam diam orang lain. Kita lupa, bahwa sebagaimana kita diuji oleh orang lain, kita pun bisa menjadi ujian bagi mereka.

وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً ۗ أَتَصْبِرُونَ ۗ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
"Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai ujian bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Tuhanmu Maha Melihat."
(QS. Al-Furqan: 20)

Maka memaafkan dan mendoakan, bukan hanya soal melepaskan, tapi juga pengakuan. Bahwa diri ini pun tak selalu benar, bahwa kita pun membutuhkan maaf dari sesama, seperti kita berharap langit menerima pinta-pinta lirih kita.

Lalu perlahan, kita memilih memaafkan. Bukan karena luka telah sembuh, tapi karena kita tak ingin menjadikannya pusaka. Kita memilih mengirim doa-doa baik bagi mereka yang pernah menancapkan duri, karena menyimpan luka ternyata lebih melelahkan daripada belajar mengikhlaskan.

Dalam proses tersebut, nyatanya ada cermin yang diam-diam menghadap ke dalam. Menatap pantulan diri dan menemukan kenyataan yang terkadang tak ingin kita akui, bahwa kita pun bisa menjadi badai dalam hidup orang lain. Bahwa mungkin, di saat-saat yang tak kita tau, kita pernah menjadi sebab dari air mata mereka terjatuh.

Betapa mudah kita mengingat rasa sakit yang ditinggalkan orang lain, namun betapa jarang menyadari luka yang pernah kita tinggal di hati orang lain, meski tanpa kita niatkan, meski hanya lewat isyarat kecil yang luput dari perhatian.

Hingga sampai pada pemahaman, bahwa perjalanan memaafkan bukan sekadar jalan keluar dari belenggu luka, tetapi juga sebagai jalan pulang menuju kerendahan hati. Sebuah kesadaran bahwa sebagaimana kita ingin dimengerti, kita pun perlu belajar mengerti. Sebagaimana kita ingin dimaafkan, kita pun mesti belajar memaafkan. Sebagaimana kita ingin didoakan kebaikan, maka kita pun harus memulai untuk mendoakan kebaikan. 

Maka, belajar memaafkan dan mendoakan kebaikan adalah langkah pertama. Karena pada akhirnya, kita pun ingin diperlakukan dengan kasih yang sama, dimaafkan dan didoakan kebaikan, meski pernah menjadi alasan luka bagi orang lain, sadar maupun tidak. 

Anggi Restian Zahra, 
Bandung, 23 Mei 2025.

2 komentar:

  1. Teh Anggiiii... Ngefans sama tulisannya boleh ga😍

    BalasHapus
  2. MasyaAllah, Hadza min Fadhli Rabbi❤️

    BalasHapus

tidak apa-apa, bahkan jika memang sudah waktunya, wafat karena sakit perut itu syahid dan akan diselamatkan dari siksa kubur kata Rasulullah...