Minggu, 30 Maret 2025

Menadah Guruh


Ibu tak runtuh, meski semesta menggaung. 
Menyimpan luruh, dalam kelam yang bergulung.
Ucap-ucap berlesatan bagai belati,
Namun ia tetap tegak, menanggung dalam sunyi.

Aku mengerut, mengira mendung berpihak padaku
Bahwa gerimis hanya merintik di ubunku. 
Padahal ada akar yang lebih dulu lapuk, 
Ada tanah yang lebih dalam retak. 

Dinding-dinding berurat sembilu, 
Tak roboh, tak rapuh, tak runtuh jua. 
Menadah guruh dalam renyut diam,
Menyimpan perih dalam palung kelam.

Duhai ibu yang bisunya adalah gelombang, 
Yang dadanya menyimpan ribuan gemuruh. 
Jika angin terus mengikis tepianmu, 
Biar kudekap serpih yang berserak itu.

Tak boleh luruh, tak boleh lebur,
Meski retak mengurat di tiap sudut.
Dari puing yang tak bernama,
Kan kita rakit makna yang lebih senada.

"Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman."
(QS. Ali 'Imran: 139)

Rabu, 19 Maret 2025

Rehatnya Manusia Hebat

Rehat seperti apa yang dicari manusia? Ada yang mencari tenang di antara lelahnya dunia, ada yang berlari mengejar kesenangan sementara, ada pula yang diam di sudut sunyi, menunggu sesuatu yang tak pasti. Tapi Rasulullah, manusia paling mulia, menemukan rehatnya di tempat yang mungkin jarang kita cari, sholat.

mari merenung mengingat kisah rehatnya Rasulullah melalui sabdanya yang melegenda,

"𝘺𝘢𝘢 𝘉𝘪𝘭𝘢𝘭, 𝘢𝘳𝘪𝘩𝘯𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘩 𝘴𝘩𝘢𝘭𝘢𝘢𝘩.. 𝘸𝘢𝘩𝘢𝘪 𝘉𝘪𝘭𝘢𝘭, 𝘪𝘴𝘵𝘪𝘳𝘢𝘩𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘵.. ", begitu katanya.

terlebih dari itu, Rasulullah bilang “𝘥𝘢𝘯 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘲𝘶𝘳𝘳𝘢𝘵𝘶𝘭 ‘𝘢𝘪𝘯 (𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘫𝘶𝘬𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘩𝘢𝘵𝘪) 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘬𝘶 𝘱𝘢𝘥𝘢 (𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘭𝘢𝘬𝘴𝘢𝘯𝘢𝘬𝘢𝘯) 𝘴𝘩𝘰𝘭𝘢𝘵”

bisakah kita meneladani Rasulullah yang menjadikan sholat sebagai sarana rehat terbaik? 

Bagi beliau, sholat bukan sekadar kewajiban, bukan sekadar rutinitas yang harus ditunaikan, tapi sebuah perhentian dari dunia, sebuah tempat berlabuh bagi jiwa yang lelah. Saat dunia menekan, saat beban terasa berat, beliau menemukan kedamaian dalam sujudnya.

Lalu bagaimana denganku?

Aku sering mencari rehat di tempat-tempat yang fana. Menyelami layar, berharap kelelahan hilang dengan menatap dunia orang lain. Menutup mata, berpikir bahwa diam adalah istirahat, padahal batin tetap gelisah. Berjalan tanpa arah, mengira rehat adalah ketika tubuh tidak bergerak, padahal pikiranku terus berlari.

Tapi pernahkah aku berhenti, benar-benar berhenti, dan merasakan sholat sebagai rehat?

Mungkin itulah sebabnya mengapa kelelahan terasa tak berujung. Sebab aku mencari ketenangan di tempat yang salah. Rasulullah telah menunjukkan jalannya, bahwa ada keindahan dalam keheningan sujud, ada kesejukan dalam doa yang lirih, ada pelukan dari langit dalam setiap tahiyyat yang diucapkan.

Rehat sejati bukan sekadar diam, bukan sekadar jeda dari hiruk-pikuk dunia. Rehat sejati adalah ketika hati bersandar pada sesuatu yang tak akan goyah, ketika tubuh tunduk kepada sesuatu yang tak akan mengecewakan.

Mungkin, sudah saatnya berhenti mencari rehat di dunia yang tak bisa memberi ketenangan hakiki. Mungkin, sudah waktunya menjadikan sholat sebagai perhentian, bukan sekadar kewajiban. Karena mungkin, inilah rehat yang selama ini kucari. rehat yang menyejukkan hati, bukan sekadar melepas lelah jasmani.



Jumat, 14 Maret 2025

Salmean

 


Desember, 2021.

Aku berjalan dalam lorong panjang yang gelap,
Di mana setiap persimpangan hanya menawarkan kebingungan,
dan setiap cahaya tampak terlalu jauh untuk digapai.

Aku kehilangan arah, kehilangan makna, juga... kehilangan diriku sendiri.

Ada terlalu banyak hal yang runtuh di sekitarku, terlalu banyak harapan yang patah sebelum sempat tumbuh.

Aku ingin berlari, pergi. 
Menjadi angin yang tak lagi dikenali.
Membiarkan diriku larut dalam ruang yang tak menuntut apapun selain keberadaan. 

Februari, 2022.

Ternyata, 
Ada tempat-tempat yang bukan sekadar bangunan.
Ia adalah ruang peralihan,
Persinggahan bagi mereka yang mencari arah,
Pelukan bagi jiwa-jiwa yang ingin bersembunyi sejenak dari riuh dunia.

Bagiku, disinilah tempat itu.

Aku hadir sebagai angin yang kehilangan bentuk,
mencari celah di antara dinding-dinding yang tak mengenalku.

Aku ingin lenyap sejenak dari peta yang biasa kulewati,
dari wajah-wajah yang menyimpan serpihan cerita yang ingin kupadamkan,
dari suara-suara yang selalu memanggil namaku dengan beban tak kasat mata.

Perlahan, aku mulai menemukan sesuatu di sana.
Bukan hanya dalam sujud  dan lantunan ayat yang mengalun,
tapi juga dalam kebersamaan tanpa pamrih, dalam tatap yang menyiratkan pemahaman, dalam percakapan yang menghidupkan kembali makna,
dalam langkah-langkah kecil yang tak sendiri menuju cahaya. 

Di tengah kehangatan percakapan kami, aku melihat nyala dalam mata mereka, mengingatkanku pada sesuatu yang telah lama kulupakan: Harapan.

Aku tidak lagi sekadar berlindung di sini.
Aku bertumbuh.

Tempat ini, bukan menjadi tempatku untuk melarikan diri,
Ia menjadi tempatku untuk pulang,
Kembali menemukan diriku sendiri.


Biar Apa? Biarkan.


Satu detik, satu menit, satu hari, bahkan seribu tahun, semuanya tetap sama.

Barangkali keistimewaan adalah sesuatu yang memang bukan untuk ditemukan di setiap sudut kehidupan.
Segala yang tampak berharga di dunia ini, bisa pudar kapan saja.

Hari yang dijalani, perasaan yang datang dan pergi, pencapaian yang dibanggakan, fatamorgana.

Hari akan tetap melintas bagai gema yang tak pernah tiba. 
Mengendap dalam keheningan yang nyaris abadi.

Waktu, si peziarah tanpa wajah,
berjalan tanpa jejak, tanpa penanda, berlalu tanpa adikara.

Keagungan yang disanjung manusia, 
hanya ukiran di pasir yang diterbangkan angin.
Cahaya yang dikira bintang, 
hanya pantulan bias dari ketiadaan.
Segala yang disebut pencapaian, 
tak lebih dari noktah kecil di palung ketakterhinggaan. 

Waktu akan terus melaju tanpa dikawal, 
Segala semu akan luruh dengan sendirinya.

Pada akhirnya, segala keistimewaan sejati hanya milikNya.
Dia yang hanya kepadaNya, segala makna berpulang. 
Yang hanya dalam kebersamaan denganNya, segala ketenangan ditemukan.

Biarkan segala hal, atau apa-apa yang selalu kurasakan, bahwa.. 
Keistimewaan sejati tak pernah tinggal di bumi,
tak pernah melekat pada yang sementara.
Ia kembali kepada yang berhak atas segala,

Dia yang namaNya tak tersentuh kefanaan.

17 Juni 2022/2023 - 17 Juni 2025.

  Anggi.. boleh nulis di blog hari ini kalau udah beres targetan nulis skripsinya yaa :) sementara gambarnya aja dulu sksk