Di dunia maya, keheningan bukan sekadar ketiadaan suara. Ia adalah eksistensi yang tak bersuara, sebuah kehadiran yang tak meminta diakui. Aku memahami ini saat tanpa sadar aku selalu kembali ke satu titik. Sebuah akun tanpa interaksi, tanpa sorotan mencolok, hanya serpihan pemikiran yang terasa begitu dekat, begitu jernih.
Aku tidak mengenalnya, tidak benar-benar. Aku hanya membaca kata-katanya, mengamati siluet gambarnya, mencari jejak-jejak sunyi yang ia tinggalkan. Ada sesuatu yang menenangkan dalam keheningannya, seolah dunia tak perlu hiruk-pikuk untuk menjadi berarti.
Tapi hari ini, layar ponselku hanya memantulkan kehampaan. Pengguna Instagram. Begitu saja. Tanpa jejak, tanpa pesan perpisahan di sorotan ceritanya. Seolah keberadaannya hanyalah ilusi yang tak pernah nyata.
Aku menatap layar, bertanya pada diri sendiri, Apakah aku kehilangan seseorang? Tidak. Aku kehilangan sesuatu yang lebih abstrak: keheningan yang selama ini kunikmati, yang tak pernah kumiliki, yang kunikmati dengan cara yang hening pula.
Mungkin ini cara dunia mengajarkan sesuatu. Bahwa ada hal-hal yang hanya bisa kita amati dari jauh, tanpa pernah bisa digenggam. Bahwa ada keheningan yang memang ditakdirkan untuk tetap menjadi misteri. Bahwa kehilangan tak selalu tentang seseorang, tapi juga tentang ruang kosong yang ditinggalkan oleh sesuatu yang bahkan tak pernah menjadi milik kita.
Aku meletakkan ponsel, menatap langit di luar jendela. Ada ketenangan di sana, berbeda, tapi tetap sama, sebuah keheningan yang tak bisa kugenggam, tapi selalu bisa kurasakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar