Ada yang menggelitik hatiku selepas kelas kemarin. Semoga ada hikmah dan pelajaran yang bisa diambil🌻
Selepas kelas, aku berpapasan dengan teman lama, sesama aktivis salman, adik tingkatku dulu di Pondok Quran, juga adik tingkatku saat ini di Universitas Muhammadiyah Bandung. Beliau baru keluar dari perpustakaan Salman. Salman ahad kemarin begitu sepi. Tak ada keramaian, tidak ada adik-adik lucu PAS yang sedang belajar, tak ada agenda besar, hanya kelas tahfizh yang berjalan dua tiga halaqah di salah satu sudut masjid. Saat bertemu di area rumah kayu, kami saling menyapa hangat. Lalu dengan sedikit heran, ia bertanya,
“Ada acara apa teh Anggi ke Salman hari ini?”
Aku menjawab ringan, “Ikut kelas.” tanpa menjelaskan kelas apa. Tapi ternyata ia salah paham, “Ohh teh Anggi yang jadi tim pengajar kelas tahsin itu yaa?”
Aku ikut terkejut sambil tersenyum, lalu menjelaskan, “Eh? Engga, aku ikut kelas tahfizh.”
Tapi ia masih tampak tidak percaya, “Oh jadi ustadzahnya yaa pasti?”
Meski sudah berkali-kali kujawab,
“Nggak, serius, aku jadi murid,” ia tetap bersangka baik.
Percakapan itu sederhana, tapi ada sesuatu yang mengetuk-ngetuk dari dalam. seperti Allah sedang mengajarkan sesuatu lewat dialog yang singkat tersebut. Mungkin, kita terlalu sering menilai posisi sebagai guru atau murid dari segi tempat duduk, dari siapa yang memegang pena dan siapa yang menyimak. Padahal dalam hidup ini, peran itu terus berputar dan berganti.
Ada hari ketika kita diminta berbagi, menyampaikan ilmu, memberi arahan, bahkan menginspirasi. Tapi ada pula hari ketika kita dituntun, dinasihati, atau sekadar diajak diam dan mendengarkan. Dan semua peran itu bukan untuk dibanggakan atau direndahkan, melainkan untuk disyukuri. Karena bukankah setiap hamba memang selalu dalam proses belajar? Bahkan yang mengajar pun hakikatnya tetap murid, murid yang belajar menyampaikan, belajar memperbaiki diri melalui lisan yang keluar dari dirinya sendiri.
Aku sadar penuh untuk merasa tidak masalah menjadi murid, juga belajar merasa tidak masalah untuk menjadi guru. Karena bukan perannya yang utama, tapi keikhlasan untuk terus tumbuh di mana pun Allah tempatkan. Kadang kita diminta bicara, kadang diminta mendengar. Kadang berdiri di depan, kadang duduk di belakang. Dan semua itu saling melengkapi. Tak ada yang lebih mulia kecuali yang lebih jujur dalam menjalani perannya sebagai hamba. Bukankah semua sama di mata Allah dan yang membedakan adalah Taqwa?
Betapa baiknya Allah yang mengizinkan kita untuk belajar dalam dua peran tersebut, belajar menyampaikan, dan belajar menyerap. Belajar berbagi, dan belajar mencari. Belajar mengajarkan, dan belajar diajarkan. Karena dengan begitu, kita tidak lupa bahwa ilmu bukan untuk meninggikan posisi, tapi untuk menundukkan hati. Dan dengan begitu pula, kita bisa terus menyadari bahwa satu-satunya gelar yang tak akan gugur sampai ajal tiba adalah "abd", seorang hamba.
Menjadi murid bukan pertanda belum sampai. Sama seperti menjadi guru bukan pertanda sudah selesai. Justru keduanya adalah bentuk kasih sayang-Nya, yang tak henti menuntun jiwa untuk terus belajar, terus bertumbuh, terus kembali padaNya dengan hati yang lebih lembut dari sebelumnya.
Allah membolak-balikkan peran kita agar kita tidak tinggal dalam satu bentuk saja, agar kita tahu bagaimana rasanya menyampaikan, dan bagaimana indahnya menerima. Supaya kita tidak tinggi hati saat didengar, dan tidak kecil hati saat mendengar.
Di balik setiap peran, ada amanah. Di balik setiap amanah, ada tarbiyah. Dan di balik semua tarbiyah, ada cintaNya yang selalu menyapa hati kita.
Bukankah Nabi kita pun guru yang terbaik, namun juga murid yang paling rendah hati di hadapan wahyu? Maka mengapa kita harus malu menjadi murid, jika justru dari situlah kelapangan ilmu dan kehalusan jiwa dilahirkan?
Semoga Allah menjadikan kita hamba yang senantiasa rendah hati di hadapan ilmu, dan penuh adab dalam setiap peran yang Allah amanahkan. Yang selalu ikhlas saat menjadi murid, dan selalu tawadhu saat ditakdirkan menjadi guru. Semoga Allah lembutkan hati kita agar tidak silau oleh pujian, dan tidak runtuh oleh keraguan. Dan semoga Allah tumbuhkan dalam jiwa kita semangat untuk terus belajar, dan keberanian untuk terus mengajar kebaikan dengan cara yang Allah ridhai, Aamiin.
Selalu menginspirasi barakallahufiik😍
BalasHapusMasyaAllaah hadza min fadhli rabbii🌻
Hapus🌻🌻🌻
BalasHapus