Minggu, 29 Juni 2025

Bercerita.

Langit sore itu menggantung rendah, seolah ikut lelah menatap dunia. Aku duduk di lantai kamar, bersandar pada dinding yang dinginnya mulai merambat ke punggung, di sudut ruangan yang kini tak lagi dipenuhi kertas revisi (setidaknya sampai sidang akhir nanti), wkwk. Hanya ada meja kecil, tumpukan buku, dan segelas air yang mulai kehilangan hangatnya.

Tiga pekan ke depan. Setidaknya tiga pekan ke depan aku bisa kembali menghadapi hari dengan napas tidak tersengal, hehe.

Mataku jatuh pada dua buku yang sejak lama kupaksa diam di pojok meja. Sengaja tidak kusimpan di rak buku, untuk penyemangat. "Ada dua buku yang menunggu disanaa Anggiii" begitulah kira-kira. Sampul-sampulnya kini berdebu tipis, seakan mereka tahu diri: tidak ingin menggangguku selama masa-masa genting ini.

Pulang karya Leila S. Chudori. Aku membelinya di awal semester lalu, dengan niat sederhana: ingin punya teman di malam yang tenang. Tapi malam tenang itu ternyata tidak datang. Yang datang adalah revisi. Deadline. Bimbingan. Revisi lagi, dan rentetan rasa ragu: bisa nggak ya selesai 2 pekan ini? wkwk.

Yang satunya, Yang Belum Kamu Pelajari tentang Menikah, karya Ustadz Amar Ar-Risalah. Bukan aku yang memilih. Buku itu dihadiahkan oleh seseorang. Memberikannya diam-diam, hanya sepotong sticky note dengan sebuah tulisan, “Untuk Anggi.” Itu saja. Tidak ada nama pengirim yang jelas, tapi.. ada sih tapi... wkwk

Cara buku itu sampai ke tanganku… lucu juga kalau diingat.

Saat itu aku sedang dalam perjalanan menuju sekolah, sudah tigaperempat jalan dari tempat sebelumya. Besoknya akan menjadi MC di acara wisuda anak-anak. Di kepalaku sudah berputar ulang naskah pembukaan, rundown acara, intonasi yang harus dijaga, dan kalimat yang ingin diucapkan.

Di tengah perjalanan itu, aku sempat berhenti di tukang martabak telur di pinggir jalan, berencana membawakan sedikit buah tangan untuk guru-guru. Saat menunggu pesanan matang, aku membuka ponsel. Dan di sanalah sebuah pesan masuk, dari seorang teman. "Ada titipan paket di pos satpam katanya."

Aku membaca ulang pesan itu. Lalu menatap jalan di depanku, Paket? Dari siapa? Kenapa sekarang? Satpam mana? aku menghela napas pelan. Setengah tertawa dalam hati. sudah terlalu jauh untuk kembali, dan waktu terlalu mepet untuk berhenti terlalu lama. Akhirnya, kuhubungi salah satu teman yang masih ada di tempat itu. "Maaf minta tolong ambilin dulu ya... terus simpan dulu. Nanti aku ambil in syaa Allah bada isya."

Dan begitu saja, buku itu berpindah tangan. Baru sempat kubaca 32 halaman malam itu, lalu selanjutnya kutunda. Menyadari kelemahan: sekali membuka buku, bisa hanyut. Sedangkan aku tidak boleh hanyut saat skripsi masih mengikat kakiku begitu kuat. Maka kutahan semuanya. Ajakan menaiki gunung (yang datang hampir setiap pekan), menulis, menonton film, membaca buku, semua kusisihkan.

Menunda hal yang paling kusuka, ternyata bukan hal kecil. Rasanya seperti menahan napas terlalu lama di dalam air. Dan hari ini, aku muncul ke permukaan. Aku raih Pulang, kubuka perlahan. Lalu mataku beralih ke buku satunya. Sampulnya masih rapi, seperti pertama kali diberikan. aku menyelimutinya dengan sampul plastik bening. Menyimpannya dengan baik.

Alhamdulillah, akhirnya bisa kembali membaca dengan tenang, tersenyum kecil. Mungkin tidak ada yang tahu betapa 'allahuakbar'-nya jalanku untuk hari Sabtu kemarin, wkwk. Tapi aku tahu. dan Dia tahu. dan itu sudah cukup.

Semoga Allah berkahi dan ridhoi. Aamiin.

2 komentar:

  1. أسأل اللّٰه أن يجعل كل تعبك للّٰه، وكل صفحة تقرئينها مباركة، وكل خطوة تخطينها برضى اللّٰه حتى النهاية آمين ☺️

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin Allahumma Aamiin, Semoga doa baik kembali pada yang mendoakan :)

      Hapus

tidak apa-apa, bahkan jika memang sudah waktunya, wafat karena sakit perut itu syahid dan akan diselamatkan dari siksa kubur kata Rasulullah...