Senin, 20 Januari 2025

Hilang.

                                                                  

Di dunia maya, keheningan bukan sekadar ketiadaan suara. Ia adalah eksistensi yang tak bersuara, sebuah kehadiran yang tak meminta diakui. Aku memahami ini saat tanpa sadar aku selalu kembali ke satu titik. Sebuah akun tanpa interaksi, tanpa sorotan mencolok, hanya serpihan pemikiran yang terasa begitu dekat, begitu jernih.

Aku tidak mengenalnya, tidak benar-benar. Aku hanya membaca kata-katanya, mengamati siluet gambarnya, mencari jejak-jejak sunyi yang ia tinggalkan. Ada sesuatu yang menenangkan dalam keheningannya, seolah dunia tak perlu hiruk-pikuk untuk menjadi berarti.

Tapi hari ini, layar ponselku hanya memantulkan kehampaan. Pengguna Instagram. Begitu saja. Tanpa jejak, tanpa pesan perpisahan di sorotan ceritanya. Seolah keberadaannya hanyalah ilusi yang tak pernah nyata.

Aku menatap layar, bertanya pada diri sendiri, Apakah aku kehilangan seseorang? Tidak. Aku kehilangan sesuatu yang lebih abstrak: keheningan yang selama ini kunikmati, yang tak pernah kumiliki, yang kunikmati dengan cara yang hening pula.

Mungkin ini cara dunia mengajarkan sesuatu. Bahwa ada hal-hal yang hanya bisa kita amati dari jauh, tanpa pernah bisa digenggam. Bahwa ada keheningan yang memang ditakdirkan untuk tetap menjadi misteri. Bahwa kehilangan tak selalu tentang seseorang, tapi juga tentang ruang kosong yang ditinggalkan oleh sesuatu yang bahkan tak pernah menjadi milik kita.

Aku meletakkan ponsel, menatap langit di luar jendela. Ada ketenangan di sana, berbeda, tapi tetap sama, sebuah keheningan yang tak bisa kugenggam, tapi selalu bisa kurasakan.

Minggu, 19 Januari 2025

Sepertinya, Ini Pertama Kalinya Ia Menyapa Pemuda Hening.

Gambar Dari Google

Tenggelam ia dalam dunia maya, bukan untuk mencari perhatian, bukan pula untuk menjadi bagian dari hiruk-pikuk yang berlomba-lomba untuk eksistensi. Ia hanya seorang pengamat, menelusuri jejak seseorang yang diam-diam dikaguminya.

Di antara layar-layar penuh kebisingan, ada satu ruang yang terasa berbeda. Sebuah keheningan yang tidak biasa. Tak ada sorot lampu gemerlap, tak ada parade pencapaian, tak ada hiruk-pikuk tren yang silih berganti. Yang ada hanya kata-kata bijak, catatan kecil, pesan-pesan pengingat diri. Sesuatu yang lebih dalam dari sekadar eksistensi digital.

Ia membuka Instagram, bukan untuk melihat dunia, tapi untuk menemukan satu jejak kecil yang mungkin tertinggal. Sebuah tanda bahwa seseorang itu masih di sana, meski diam. Keheningannya justru menarik, membuatnya kembali berulang kali, meski sudah tahu tak banyak yang bisa ditemukan.

Namun, dalam setiap keheningan yang dipantau, ada kegelisahan yang muncul. Sebuah kebimbangan. Senangkah dia? Sedihkah dia? Apa makna di balik setiap catatan yang ia bagikan? Ia tak pernah tahu pasti, tapi tetap mencari.

Lalu, di antara pengamatan yang berulang, timbul rasa yang aneh. Sebuah cemburu tak beralasan. Cemburu pada apa? Pada siapa? Pada seseorang yang mungkin hanya ada dalam pikirannya sendiri? Pada bayangan yang tak pernah ia genggam? Pada kemungkinan dan imajinasi yang lahir dari kecemasan serta harapan yang tak pasti?

Mungkin memang ada hal-hal yang diciptakan hanya untuk tetap menjadi misteri. Seperti keheningan yang tak bisa dipecahkan.

Ia bertanya, bukan kepada dunia, bukan kepada dirinya sendiri, tapi kepada keheningan seseorang, yang bahkan tak menyadari keberadaannya:

"Hei, pemuda hening... di mana hatimu berlabuh?"

Sabtu, 18 Januari 2025

Mensyukuri Tanda CintaNya


Disaat merasa hidup kian hari kian biasa saja, Allah berikan hadiah-hadiah melalui tanda cintaNya. 

Aku bukan hanya mensyukuri tanda cintaNya dari angin yang berembus menyapa wajah, tapi juga melalui perantara makhluk-makhlukNya yang memberikan energi positif begitu besar, walau yang dilakukan oleh mereka mungkin hanyalah hal-hal sederhana. 

Aku mensyukuri tanda cintaMu ya Allah,

Tanda cinta yang dikirim melalui angin yang berembus menerpa wajah sepanjang perjalanan.

Tanda cinta yang dikirim melalui ekspresi-ekspresi ceria itu, suara kegembiraan yang menyapaku di lorong-lorong kampus, di sudut-sudut parkiran, di tepian kolam ikan, di ruang-ruang gawai. 

Tanda cinta dari makhlukMu yang berlarian menyapa wajah muramku dengan keceriaan mereka.

"Teh Anggiiiiii!" ujar empat orang berbeda di waktu bergantian, menyapaku selama menyusuri lorong lantai satu hingga lorong lantai empat kampus. 

Satu yang kukenal berkata, "Teh Anggi aku seneng bangett, pokoknya kita nanti harus sharing lagi ya!"

Satu yang lainnya berkata,"Teh Anggi makasih yaa yang kemarinn!!"

Satu yang lain bertanya, "Teteh ada jadwal kuliah? semangat tehh!"

Satu yang lain lagi menyapa, "Heeey teh anggi, udah lama ga ketemu!" 

membuat wajahku yang awalnya muram terus berganti ceria mengimbangi mimik bahagia mereka menyapaku sepanjang perjalanan menuju kelas.

aku tidak tau, ada energi apa hari ini? tiba-tiba rasanya banyak sekali orang yang kukenal menyapaku berpapasan. padahal biasanya, jarang sekali bertemu orang yang dikenal di area sini. atau mungkin.. memang mataku yang tidak kelihatan karena minus dan silinder? 

Aku mensyukuri tanda cintaMu yang dikirim melalui mereka hari ini, melalui cerita-cerita hikmah yang disampaikan oleh lisan guru dan teman-temanku sebagai wasilah perantara ilmu dariMu. 

pun saat jam kelas berakhir, saat aku mulai ingin merenungi keresahan hidupku kembali diatas motor sepanjang perjalanan.. 

kau alihkan rasa resahku dengan rasa bahagia ketika mendengar teriakan adik-adik tingkat yang sedang berdiskusi di salah satu sudut parkiran. Teriakan mereka menggema,

"Hey Teh Anggiii"

hahaha, semangat sekali pemuda-pemuda ini. aku menimpali, "Heeey" dalam keadaan menarik pedal gas motor. hingga sebenarnya akupun tak tau siapa saja yang menyapaku dari sudut parkiran itu.

juga ketika melewati pohon rindang di tepian kolam ikan, dosenku yang sedang berbincang dengan rekannya menyapa melihat aku lewat mengendarai motor.

"Hey Anggi!",

"Eh iya pak, pamit pak!",

"Pulang? Ya atuh, hati-hati!"

"iya pak, hayu pak, marii~"

se-sederhana itu Engkau bolak balikan hati dan perasaanku,

sesaat aku merasa sedih, namun sesaat pula Engkau alihkan perasaanku. 

Aku menerima dan mensyukuri tanda kasih sayangMu ya Allah. 

Engkau berikan rentetan peristiwa yang bisa menepis pikiran-pikiran buruk yang menghinggapi kepalaku.

Seolah kau sampaikan bahwa, "Hei.. lihat orang-orang sekelilingmu, mereka menyayangimu. keberadaanmu, berarti bagi sebagian orang. kehadiranmu, dihargai oleh yang lain, engkau tak sendiri."

Engkau tenangkan hatiku hingga sore itu, berhasil menepis segala pikiran jahat didalam kepala, hingga akhirnya.. malam itu, aku mendapat pesan, 

"Terimakasih ya Teh Anggi, selalu berkenan mendengarkan ceritaku tanpa menghakimi."

Hei, aku tertampar.

Sebegitu terlihat baiknya kah aku dimata orang lain?

Bagaimana aku merespons cerita-cerita mereka, mengapa begitu berbanding terbalik dengan responsku terhadap diri sendiri?

Hari-hari, jika melakukan kesalahan atau keresahan, aku hakimi diriku sebegitu keras.

Maha baiknya Dia yang selalu mengingatkanmu melalui rentetan peristiwa dan hikmah, Anggi. 

Betapa beruntungnya engkau bisa menjadi salah satu dari hambaNya.

Kedepannya, ayo kita belajar untuk lebih menghargai diri sendiri, memaklumi setiap kesalahan dalam proses pembelajaran. menerima diri, tanpa menghakiminya berlebih.

- urself,wholoveusomuch💖


17 Juni 2022/2023 - 17 Juni 2025.

  Anggi.. boleh nulis di blog hari ini kalau udah beres targetan nulis skripsinya yaa :) sementara gambarnya aja dulu sksk