Betapa indahnya hidup seorang muslim, dalam setiap keadaan, selalu ada panduan dan pegangan yang dapat dijadikan sandaran. Surat cinta yang selalu menjadi jawaban dan penenang dari-Nya.
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ
Maka apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.Ayat ini menjadi pegangan dalam setiap persimpangan hidup. Bahwa setiap urusan, setiap langkah, kita sebagai manusia diperintahkan untuk memulai dengan azam, tekad yang lahir dari pertimbangan, perhitungan, dan usaha yang bersungguh-sungguh. Bukan tekad yang lahir dari emosi sesaat, bukan juga keputusan yang dipaksa oleh keadaan. Azam yang diajarkan Allah adalah azam yang matang, yang telah melalui doa, ikhtiar, dan perenungan.
Setelah azam tersebut bulat, tibalah saatnya bertawakkal. Tidak mudah memang, karena fitrah manusia kadang seringkali ingin menggenggam dan mengatur hasil dari upaya yang sudah dilakukan. Betapa sering langkah sudah diambil, tetapi hati masih gelisah. Gelisah akan hasil yang belum pasti, gelisah akan kemungkinan yang tak sesuai harapan. Padahal, ayat ini menuntun: setelah bertekad, jangan biarkan hati terus dihantui keraguan. Tawakkallah. Serahkan semua kepada Allah dengan keyakinan penuh bahwa Dia yang Maha Mengetahui jalan terbaik.
Tawakkal itu bukan sikap menyerah, kan? Bukan juga tanda berhenti berharap. Tawakkal adalah bentuk keberanian untuk melepaskan kendali atas hal-hal yang memang di luar kendali manusia. Kenapa dalam tawakkal ada ketenangan? Karena di sanalah titik perjumpaan antara upaya kita sebagai seorang hamba dengan kehendak Sang Pencipta.
Refleksi ini menjadi pengingat diri juga, bahwa kita sebagai manusia hanya diminta untuk melakukan bagian kita dengan sebaik mungkin. Namun setelah itu, tidak ada gunanya terus-menerus terjebak dalam kecemasan. Allah yang akan mengatur segala urusan yang tak bisa berada dalam genggaman.
وَلِلّٰهِ غَيْبُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاِلَيْهِ يُرْجَعُ الْاَمْرُ كُلُّهٗ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِۗ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ ࣖ
Setiap keputusan yang lahir dari proses, biarlah berjalan sebagaimana Allah tetapkan. Tidak perlu lagi dipenuhi prasangka, tidak perlu lagi ditarik kembali ke dalam ruang ragu. Karena janji Allah itu pasti: siapa yang bertawakal kepada-Nya, maka akan Allah cukupkan baginya.
وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ اِنَّ اللّٰهَ بَالِغُ اَمْرِهٖۗ قَدْ جَعَلَ اللّٰهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh, Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu. (At- Thalaq : 3)
Dan pada akhirnya, apapun hasilnya, yakinlah bahwa semua sudah diatur Allah dengan sempurna, tepat pada waktunya, dan sesuai dengan kebaikan yang kadang belum terbaca oleh mata manusia.
Semoga Allah perkenankan kita untuk menjadi hamba yang benar-benar mampu bertawakal. Hamba yang benar-benar menyerahkan hasil kepada Allah setelah ikhtiar dijalani dengan sebaik mungkin. Semoga setiap langkah selalu disertai azam yang matang, dan setiap keputusan dilapangkan dengan keyakinan penuh pada takdir-Nya. Dan semoga Allah bimbing selalu hati kita untuk tenang dalam menanti, dan ridha dalam menerima apa pun yang Allah tetapkan, karena memang hanya kepada-Nya lah segala urusan kembali.
ingat hadist qudsi..
…أَناَ عِندَ ظَنِّ عَبْدِي بِي
:)
:)
Maa syaa Allah, agree. Tawakal jelas bukanlah bentuk kemenyerahan. Semoga kelak Allah senantiasa datangkan rasa cukup bagi kita, atas takdir Allah serta semua hal yang telah dan akan menghampiri kita, kepada Allah kita berserah, semoga ikhlas dan sabar senantiasa membersamai.
BalasHapus