Namun surat ini akan dibuka dengan..
Babeh, Mamah..
Maaf kurang sastra, ganti deh.
Bapak, Ibu..
sejak kecil aku melihat sendiri bahwa rumah kita tidak pernah dihiasi barang-barang mewah puluhan juta yang menghiasi ruang. namun, aku juga menyadari bahwa semua itu bukan tanda kekurangan, tapi tanda bahwa kalian memilih nilai di atas gengsi.
Kalian tidak sibuk mengejar simbol dunia, tapi sibuk menanamkan fondasi. kerangka berpikir yang lurus, hati yang bersih, dan iman yang teguh.
Aku ingat betul peristiwa sederhana yang akan selalu membekas, sebab ini adalah salah satu prinsip ibu yang selalu ibu tekankan kepadaku, hingga aku lulus kuliah.
Bagaimana ibu senantiasa melarang keras aku dan adikku mengajukan beasiswa yang mengharuskan persyaratan SKTM.
Satu, karena takut Allah benar-benar menjadikan hal tersebut sebagai doa lalu menjadikan kami “tak mampu” dalam arti sebenarnya.
Dua, khawatir dzalim. Sebab mungkin ada yang lebih berhak tapi tersingkir oleh kami.
“Mamah akan lebih bangga ketika kamu di apresiasi oleh potensi dan kemampuanmu, daripada 'dikasihani' oleh 'ketidakmampuanmu',” kata Ibu. Itulah kata-kata yang selalu menghujam diri untuk senantiasa berupaya mendobrak dan melejitkan potensi.
Meski begitu, Alhamdulillah, selama kuliah setidaknya tiga kali menerima beasiswa. Beasiswa dari Universitas, jalur potensi diri. Jika tanya berapa UKT-ku sejak awal masuk UMB hingga lulus? Alhamdulillah, beasiswa ini sangat meringankan. Dengan ujian hafalan yang selalu dadakan dari kaprodi atau fakultas di setiap semester, tidak apa-apa. Jadi salah satu wasilah untuk semangat mengulang. Beasiswa dari Bank Muamalat, jalur potensi diri, sebab keaktifan di organisasi dan kemampuan public speaking. Juga beasiswa dari LazisMU Jabar, jalur potensi diri program DaiPrebeur. Ketiganya tanpa persyaratan 'tidak sedang menerima beasiswa dari tempat lain' ataupun persyaratan SKTM. Semuanya karena Allah angkat kemampuan yang diusahakan.
Hikmahnya dalam sekali, nak..
Bahwa rezeki tak perlu dicari dengan cara yang mengorbankan harga diri. Sibuk meminta penilaian manusia bahwa kita tidak mampu? Lihatlah, Allah yang mampukan. Bahwa jika kita menjaga amanah kecil, Allah bukakan amanah yang lebih besar. Bahwa lebih indah menerima penghargaan karena potensi yang kita miliki daripada sibuk gelisah hati, sebab banyak sekali nak, banyakk sekali diluar sana yang sengaja berpura-pura miskin untuk mendapat validasi dari manusia dalam seutas surat dengan keterangan tanda tidak mampu itu. Juga bahwa.. doa yang disertai usaha dan kejujuran, jauh lebih kuat daripada tipu daya apa pun.
Nak,
Ada kisah lain yang tak kalah membentuk Ibu.
Saat kuliah, Ibu mengikuti seleksi salah satu UKM bergengsi di kampus. Seleksinya berat, banyakkk sekali yang gugur, dan Ibu bersyukur bisa lolos. Tapi setelah tiga bulan, aturan muncul, bahwa setiap penugasan, anggota wajib berpakaian dengan standar tertentu. wajib memakai celana, dan kerudung yang diikat ke leher. Sebuah hal yang bertentangan dengan keyakinan hati Ibu.
Audiensi. ditekan untuk patuh. Tapi hati ini tidak tenang. Di sinilah Nenekmu menguatkan,
“Jangan korbankan prinsip hanya untuk sebuah posisi. Lebih baik kehilangan dunia daripada kehilangan ridha Allah. Kalau Allah tutup satu pintu karena kamu jaga iman, Dia akan bukakan sepuluh pintu lain yang lebih bersih.”
Akhirnya Ibu keluar. Tapi ucapan nenekmu ternyata benar. Allah ganti dengan lingkungan belajar yang lebih sehat, orang-orang yang lebih mendukung, dan kesempatan menimba ilmu yang bahkan lebih luas daripada yang Ibu bayangkan.
Itulah salah satu makna 'be anything and stay close with Quran' yang ibu maksud, nak.. Bahwa mau menjadi apapun kita kelak, prinsip kita tetap dekat dan bersandar pada AlQuran. dan prinsip bukanlah aksesori yang bisa dilepas dan dipakai sesuai suasana hati. Juga di titik ini ibu jadi kembali mengingat kalimat 'Jika kita menjaga Allah, Allah menjaga kita'. Bisa jadi, yang terlihat rugi di mata manusia justru keuntungan besar di mata Allah. Dunia ini luas. Ketika satu pintu tertutup, yakinlah Allah siapkan pintu lain yang lebih baik.
Bapak, Ibu,
kisah-kisah sederhana itu meneguhkan satu hal, bahwa warisan dari kalian lebih berharga dari harta benda, sebab ia adalah bekal hidup yang tak bisa dibeli. Kalian mendidik untuk jujur walau sendirian. Untuk menolak kenyamanan yang mengikis integritas. Untuk yakin bahwa rezeki bukan hasil manipulasi, tapi pemberian Allah yang harus dijemput dengan usaha dan dijaga dengan iman.
Dan kelak, saat aku bersiap menjadi orang tua, aku ingin tetap menyadari bahwa apa yang ingin aku wariskan pada anakku adalah hasil dari warisan kakek-neneknya. Itulah sebabnya aku menuliskan semua ini disini.
Nak,
dunia di masa depan mungkin jauh lebih rumit. Mesin akan semakin pintar, tapi ia tak akan pernah bisa beriman. Data akan melimpah, tapi kebijaksanaan bisa semakin langka. Globalisasi akan membuat batas-batas kabur, dan persaingan bukan hanya terjadi pada sesama manusia. Di tengah semua itu, orang yang memiliki kerangka berpikir jernih, hati yang bersih, dan iman yang teguh akan selalu dicari.
Ibu ingin kau tahu tiga hal yang kakek-nenekmu ajarkan pada Ibu,
1. Kejujuran adalah kemuliaan. Bahkan jika jalannya lebih sulit, ia selalu membawa keberkahan.
2. Prinsip tak bisa diganti dengan jabatan. Dunia tak sebanding nilainya dengan satu keyakinan yang terjaga.
3. Rezeki sudah ditetapkan Allah. Kita hanya diperintahkan untuk menjemputnya dengan usaha halal, bukan merebutnya dengan tipu daya.
Jangan takut kehilangan dunia jika itu demi menjaga ridha Allah. Jangan silau pada gemerlap yang cepat pudar. Jika banyak orang mengelak dari kebenaran, berdirilah tegak, tapi bukan untuk menghakimi, melainkan untuk menjadi cahaya.
Warisan keluarga kita mungkin bukan rumah megah, bukan rekening berlapis. Tapi akal yang jernih, hati yang bersih, dan iman yang kokoh, (aamiin). Itulah yang kakek-nenekmu berikan pada Ibu. Dan itulah yang ibu ingin titipkan padamu. Semoga kelak kau pun bisa mewariskan hal yang sama, tanpa berkurang setitik pun, sebagai amanah yang akan kita bawa pulang kelak ke kampung akhirat.
Anggi Restian Zahra,
Bandung, 26 Agustus 2025.
nulisnya di sepertiga malam, jadi keknya masih acak ya diksinya?._. tar kurevisi deh biar lebih indah
BalasHapusليس الغِنى عن كثرة العَرَض، ولكن الغنى غنى النفس
BalasHapussepakatttt🙌🏻
Hapus